BIOSEKURITI DAN POLA PEMELIHARAAN TERNAK SAPI POTONG DI SAAT WABAH PMK (PENYAKIT MULUT DAN KUKU)

0
51
views

Kementerian Pertanian menyarankan kepada peternak Salah satu agar penyakit PMK (Penyakit Mulut dan Kuku) tidak menular ke ternak adalah melalui budidaya atau pemeliharaan ternak dengan baik yang diperketat dengan biosecurity. Pada dasarnya, manajemen budidaya dilakukan untuk menghasilkan ternak yang sehat. Hanya saja memang ada perlakuan khusus selama wabah PMK ini, terutama dengan pengetatan biosecurity kepada pelaku utama dan pelaku usaha di bidang peternakan khususnya sapi potong.

Biosekuriti merupakan salah satu solusi pencegahan penularan dan penyebaran PMK

Penyakit mulut dan kuku (PMK) juga dikenal sebagai Aphtaee epizootecae (AE), adalah jenis penyakit hewan menular bersifat akut yang disebabkan oleh virus dan tidak zoonosis (tidak menular dari hewan ke manusia)

Gejala Klinis Hewan Tertular PMK

  1. Hipersalivasi, saliva terlihat menggantung, air liur berbusa di lantai kandang.
  2. Hewan lebih sering berbaring dan demam tinggi mencapai 41 o
  3. Vesikel/lepuh dan atau erosi di sekitar mulut, lidah, gusi, nostril, kulit sekitar teracak dan putting.
  4. Yang bersifat akut terjadi kepincangan

Masa inkubasi dari penyakit 1-14 hari yaitu mulai dari virus masuk sampai timbulnya gejala penyakit. Tingkat kemetian pada pedet antara 1-5% sedang angka kesakitan pada semua umur bisa mencapai 90% dan angka kematian tinggi.

Sapi potong salah satu hewan yang peka terhadap Penyakit Mulut dan Kuku. Penyakit mulut dan kuku (PMK) adalah penyakit hewan menular yang paling penting dan paling ditakuti oleh semua negara di dunia. Penyakit ini dapat menyebar dengan sangat cepat dan mampu melampaui batas negara serta dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat tinggi.

Penyebaran virus sangat cepat, dan virus dapat ditularkan ke hewan ada beberapa cara :

  1. Melaui tersebar lewat udara (Airbone Disease)
  2. Melalui kontak tidak langsung melalui bukan vektor hidup (terbawa mobil angkutan, peralatan, alas kandang dll.)
  3. Melalui kontak tidak langsung melalui vektor hidup yakni terbawa oleh manusia. Manusia bisa membawa virus ini melalui sepatu, tangan, tenggorokan, atau pakaian yang terkontaminasi.
  4. Melalui kontak langsung (antara hewan yang tertular dengan hewan rentan melalui droplet, leleran hidung, serpihan kulit)

Menuntut kewaspadaan untuk dapat mencegah penularan PMK karena penularan sangat cepat, salah satu langkah biosekuriti sebagai garda terdepan untuk mencegah atau memutuskan rantai penyebaran virus merupakan salah satu solusi yang bisa dilakukan.

Biosekuriti

Biosekuriti adalah kondisi dan upaya untuk memutuskan rantai masuknya agen penyakit ke induk semang dan/atau untuk menjaga agen penyakit yang disimpan dan diisolasi dalam suatu laboratrium tidak mengkontaminasi atau disalahgunakan, misalnya untuk tujuan bioterorisme. Dengan kata lain, biosekuriti merupakan sejenis program yang dirancang untuk melindungi ternak dari bebagai serangan penyakit atau sebagai langkah awal dalam pengendalian wabah penyakit.

Tujuan biosekuriti

Sebagai bagian dari system manajemen maka biosecurity sangat penting khususnya untuk mencegah penyakit ternak pelihararaan. Menurut Dirjen Peternakan (2005) tujuan dari biosekuriti adalah mencegah semua kemungkinan penularan dengan peternakan tertular dan penyebaran penyakit. Namun, pada dasarnya biosekuriti merupakan salah satu upaya pencegahan penyakit pada ternak, tetapi dapat dikatakan bahwa biosekuriti merupakan salah satu garda terdepan terhadap penyakit. Dapat pula dikatakan bahwa biosekuriti bertujuan untuk menimalkan keberadaan penyebab penyakit, menimalisir kesempatan agen penyakit berhubungan dengan induk semang, menekan tingkat kontaminasi lingkungan oleh agen penyakit.

Prinsip dasar biosekuriti adalah yaitu menjauhkan hewan dari kuman (virus) dan menjauhkan kuman (virus) dari hewan, ada 3 (tiga) prinsip dasar dari Biosecurity  adalah (1) Isolasi; (2) Pengendalian Lalu Lintas dan (3) Sanitasi,

Menerapkan Biosekuriti

  1. Melakukan Isolasi/Pemisahan

Isolasi merupakan suatu tindakan untuk mencegah kontak diantara hewan pada suatu area atau lingkungan. Tindakan yang paling penting dalam pengendalian penyakit adalah meminimalkan pergerakan dan kontak dengan hewan yang baru datang. Tindakan lain adalah  memisahkan hewan yang sakit dengan yang sehat, memisahkan ternak berdasarkan kelompok umur atau kelompok produksi, pemisahan hewan yang lama dengan yang baru.

  1. Melakukan Desinfeksi

Desinfeksi adalah proses perusakan, pembasmian, atau penghambatan pertumbuhan mikroba yang bisa menyebabkan penyakit atau masalah lainnya.

Desinfektan senyawa kimia yang bersifat toksik dan memiliki kemampuan membunuh mikroorganisme yang terpapar secara langsung oleh disinfektan.

Desinfektan yang baik adalah (1) Tidak toksik terhadap hewan dan manusia (2) Tidak meninggalkan warna dan bau (3) Tidak korosif.

Tindakan yang dapat dilakukan adalah desinfeksi secara teratur kandang, peralatan dan kendaraan serta menjaga kebersihan pekerja (mencuci tangan, mencuci kaki, mencuci sepatu, dll)

Cara mendesinfektan adalah Hilangkan bahan-bahan biologis dan Semprotkan desinfektan

  1. Mengendalikan lalu lintas Hewan

Pengendalian lalu lintas, meliputi pengendalian lalu lintas manusia, hewan, bahan/peralatan dan kendaraan masuk dan keluar area peternakan. Terhadap semua yang dilalullintaskan harus dilakukan desinfeksi

  1. Mengendalikan hewan dan hama

Penting dilakukan pengendalian terhadap hama seperti rodensia (tikus) atau serangga yang dapat menjadi vektor penyebaran penyakit, serta jauhkan dari hewan-hewan lain seperti anjing/kucing dan lain-lain

  1. Mengubur hewan yang mati

Hewan yang mati akan meningkatkan agen penyakit dikandang sehingga perlu tindakan pencegahan seperti :

  • Keluakan segera dari kandang ke lubang kubur yang di gali sedalam 2 meter agar tidak di dali oleh hewan liar /buas dan lubang kubur di tambah kapur.
  • Mencuci tangan dan kaki setelah proses penguburan bangkai hewan

MANAJEMEN PEMELIHARAAN  

Peningkatan kesejahteraan penduduk berdampak pada meningkatnya kebutuhan produk hewani disebabkan kesadaran masyarakat akan kebutuhan gizi terus meningkat meliputi menigkatkan kebutuhan daging. Salah satu solusi untuk memenuhi hal tersebut meliputi : 1) meningkatkan populasi ternak 2) meningkatkan produksi ternak 3) meningkatkan produktivitas ternak.

Dalam budidaya ternak sapi manajemen pemeliharaanya meliputi :

  1. Pola Pemeliharaan Intensip (dry lot fattening) : sistem pemeliharaan ternak sapi dengan cara dikandangkan secara terus menerus dengan sistem pemberian pakan secara cut and curry. Sistem ini dilakukan karena lahan untuk pemeliharaan secara ekstensif sudah mulai berkurang. Keuntungan sistem ini adalah penggunaan bahan pakan hasil ikutan dari beberapa industri lebih intensif dibanding dengan sistem ekstensif. Kelemahan terletak pada modal yang dipergunakan lebih tinggi, masalah penyakit dan limbah peternakan.
  2. Pola pemeliharaan Semi Intensif (Campuran) : system pemeliharaan ternak sapi dikandangkan dan di gembalakan tetapi kebutuhan pakan dan minumnya tidak disediakan seluruhnya. Keuntungan biaya pakan lebih murah
  3. Pola Pemeliharaan Ekstensif (pasture fattening) : system pemeliharaan ternak sapi tidak di kandangkan, pakan dan air minum seluruhnya dari padang penggembalaan. Keuntungan biaya produksi rendah, biaya pakan rendah, cocok daerah yang masih luas lahannya.

Pemeliharaan Ternak Disesuaikan Kondisi Fisiologis, Umur dan Jenis Kelamin

Pemeliharaan Induk : Pemeliharaan induk sapi potong harus dipandang sebagai sebuah usaha yang menguntungkan. Pemeliharaan induk sapi potong dalam jangka panjang bertujuan untuk menghasilkan pedet berkualitas dan memiliki harga jual yang tinggi. Sehubungan dengan hal tersebut, faktor reproduksi sangat penting diperhatikan. Efisiensi reproduksi memiliki peran yang besar dalam meningkatan keuntungan usaha pemeliharaan induk sapi potong. Mengatasi permasalahan reproduksi yang menjadi kendala efisiensi penting untuk diperhatikan. Salah satu ukuran efisiensi reproduksi adalah jarak beranak calving interval (CI). Idealnya seekor induk melahirkan anak satu kali dalam satu tahun atau CI = 12 bulan. Banyak faktor penyebab CI menjadi panjang, baik yang bersumber dari kekurangan pada induk betina pejantan atau pengelola. Penyebab CI menjadi panjang dalam prakteknya adalah karena terlambat kawin pasca melahirkan, kawin berulang dan kegagalan memelihara kebuntingan hingga lahir. Terlambat kawin pasca melahirkan dapat terjadi karena berahi yang tak kunjung datang, tidak mampu melihat tanda-tanda berahi dan tidak tersedia pejantan. Kasus kawin berulang terjadi disebabkan oleh kegagalan pembuahan dan kematian embrio dini. Berdasarkan hasil survey di lapangan terhadap kasus induk betina yang tidak menunjukkan gejala berahi, paling sering disebabkan oleh hipofungsi ovarium. Hipofungsi ovarium sebagian besar akibat kekurangan asupan nutrien, sehingga permasalahan ini juga berakar pada pengelolaan. Berikut adalah beberapa hal yang harus dilakukan pengelola/peternak untuk dapat memperpendek CI. 1) Berusaha munculnya birahi normal pasca melahirkan 2) Mengawinkan induk tepat waktu 3) Memastikan Terjadinya Kebuntingan 4) Mencatat aktivitas reproduksi.

Pemeliharaan Pejantan : Sapi pejantan sebagai pemacek atau maupun sebagai sumber semen seharusnya adalah pejantan yang memiliki libido dan kualitas semen yang baik serta secara morfologis unggul dibandingkan dengan pejantan di lingkungan sekitarnya.
Beberapa permasalahan yang sering muncul pada pejantan diantaranya rendahnya libido dan kualitas semen. Rendahnya kualitas semen dapat berpengaruh terhadap efisiensi reproduksi pada sapi-sapi induk, diantaranya turunnya angka konsepsi sehingga nilai conception rate rendah. Tingkat fertilitas pada perkawinan menggunakan inseminasi buatan sangat ditentukan oleh kualitas semen segar yang digunakan. Kualitas dan kuantitas semen sangat dipengaruhi oleh faktor bangsa, individu, metode penampungan, dan manajemen pemeliharaan.

Exercise merupakan suatu aktivitas fisik yang dilakukan pada sapi jantan dengan atau tanpa menggunakan alat bantu. Perlakuan ini dapat mendukung stamina sapi jantan tetap baik.

Pemeliharaan Induk Bunting : Sapi betina yang sudah bunting harus dipisahkan dari kelompok sapi yang tidak bunting dan pejantan. Jika ada lebih dari satu sapi yang bunting, Anda bisa memisahkan sapi-sapi bunting di kandang berbeda. Memelihara induk sapi bunting tidak boleh dengan cara kasar.

Pakan yang diberikan harus benar-benar diperhatikan, seperti mengandung cukup protein, mineral, dan vitamin. Selama masa pemeliharaan, sapi-sapi bunting bisa disatukan di dalam kandang. Sementara itu, saat menjelang masa-masa melahirkan, sapi dipisahkan ke kandang sendiri yang bersih, kering, dan terang.

Induk yang akan bunting memiliki beberapa tanda : tidak kembali birahi (Hh IB), ambing yang sudah terlihat membesar, membengkak, dan mengeras, namun harus tetap di periksa kebuntingan oleh petugas. Urat daging di sekitaran pelvis terlihat mengendur, pada bagian sekeliling pangkal ekor terlihat mencekung. Terlihat pada bagian vulva juga membengkak dan mengeluarkan lendir.

Pemeliharaan Pedet sampai Dara/Bakalan : Sapi yang akan melahirkan cenderung mengalami penurunan nafsu makan, tampak gelisah, sebentar berdiri, sebentar berbaring, dan berputar-putar. Tanda terakhir dari sapi akan melahirkan, yaitu sapi jadi lebih sering kencing. Jika sudah keluar tanda-tanda tersebut, segera pisahkan sapi ke kandang khusus melahirkan.

Pedet yang baru dilahirkan akan diselubungi oleh lendir yang menutup lubang hidung dan mulut. Segera bersihkan lendir tersebut agar tidak menghambat pernapasan pedet. Selain itu, tekan-tekan dadanya untuk merangsang pernapasan pedet.

Saat pedet sudah bisa berjalan, upayakan pedet tersebut menyusu sendiri dengan puting induk. Namun, pastikan puting dan ambing induk sudah dibersihkan. Pedet yang baru dilahirkan harus diberikan tempat pembaringan yang diberikan alas jerami atau rumput kering yang bersih dan hangat.

Sebelum diternakkan sapi masih pedet perlu penanganan yang penuh ketelitian. Pedet yang baik, memiliki bobot lahir 35 sampai 51,5 kg tergantung jenis sapi, dengan bulu yang mengkilat, dan kondisinya sehat. Selain kelahiran yang baik, manajemen penanganan setelah lahir juga sangat penting, diantaranya: 1) Memeriksa alat pernafasannya sesegera mungkin; 2) Memotong tali pusar dengan menyisakan 2 cm dari pangkal pusar dan diberikan desinfektan tali pusar dengan menggunakan yodium tintur 10% untuk mencegah peradangan; 3) Pedet setelah 30 menit akan menyusu induknya yaitu susu kolostrum, bila sampai 1 belum menyusu segera kita kasih kolustrum dari induknya; 4) Tempatkan pedet dan induknya pada kandang pemeliharaan.

Kolostrum adalah susu yang keluar setelah melahirkan. Peternak wajib memeberikan kolostrum sesegera mungkin tidak lebih dari 2 jam pada pedet karena kolostrum menyediakan zat antibodi bagi pedet, sehingga melindungi pedet yang baru lahir terhadap infeksi. Zat antibodi pada kolostrum ini sangat mudah diserap oleh tubuh pedet yang baru lahir. sapi potong, pedet membutuhkan perlakuan khusus agar dapat tumbuh optimal menjadi bakalan sapi potong yang bagus.

Pemeliharaan pedet dengan induk menyusui sampai 3-4 bulan, pada saat induk sapi birahi ke dua atua ketiga antara 60 hari setelah melahirkan ternak bila birahi segera dilakukan perkawinan. Pedet umur 3-4 bulan dan induk mulai bunting segera dilakukan penyapihan. Pedet setelah 2 minggu melahirkan akan mulai belajar makan rumput atau hijauan dan setelah satu bulan mulai belajar makanan tambahan yang halus dan setelah umur 3 bulan sudah pintar makan rumput dan makanan tambahan.

Sapi potong setelah umur 4-6 bulan bisa dilakukan pengeluhan (memasang tali di hidung ) atau tali khusus untuk di mukanya. Bertujuan ajar semakin besar mudah untuk di kendalikan dalam pemeliharaan.

Pedet setelah umur 6 bulan perlu dilakukan pemisahan dalam pemeliharaan jantan dan betina bila dalam pemeliharaan system kandang kelompok, karena pedet sudah mulai dewasa kelamin. Sapi dara atau sapi bakalan antara umur 6-12 bulan perlu diberikan pakan sesuai kebutuhan dan fisiologis ternak sebagai calon induk atau calon bakalan penggemukan.

sumber:https://bbppbatu.bppsdmp.pertanian.go.id/category/artikel/artikel-pertanian/page/5/

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here