IMPLIKASI PERUBAHAN IKLIM TERHADAP DINAMIKA PERKEMBANGAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT)

0
823
views

Perubahan iklim karena pemanasan global telah mengubah kondisi iklim global, regional, maupun lokal. Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat rentan terhadap perubahan iklim yang berdampak pada produktivitas tanaman dan pendapatan petani. Dampak tersebut bisa secara langsung maupun tidak langsung melalui serangan OPT, fluktuasi suhu dan kelembaban udara yang semakin meningkat yang mampu menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan OPT merupakan beberapa pengaruh perubahan iklim yang berdampak buruk terhadap pertanian di Indonesia. Perubahan iklim juga berimplikasi terhadap munculnya ras, strain, biotipe, genome baru dari hama dan penyakit yang mempengaruhi tanaman, ternak dan manusia dan berdampak menimbulkan risiko baru terhadap ketahanan pangan. Beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai upaya untuk mengantisipasi perubahan iklim di antaranya pemantauan terhadap dinamika serangan OPT, identifikasi faktor-faktor iklim yang berpengaruh terhadap perkembangan dan distribusi serangan OPT, membuat model prediksi dan validasi model prediksi serangan OPT, membangun sistem peringatan dini, adanya kelembagaan yang tepat dan akurat, mengembangkan penelitian tentang prediksi iklim dan permodelannya, serta penerapan sistem budidaya tanaman yang sehat yang diintegrasikan dalam teknologi pengelolaan hama dan penyakit tanaman secara terpadu.

Perhatian masyarakat nasional dan internasional semakin meningkat terhadap isu lingkungan global, khususnya perubahan iklim yang telah muncul sebagai isu utama lingkungan global. Iklim global telah mengalami perubahan sejak revolusi industri, diperkirakan konsentrasi CO2 telah meningkat 30% (Iwantoro, 2008).  Menurut laporan IPPC tahun 2007, rata-rata temperatur global akan meningkat antara 0,9-3,5oC pada tahun 2100 (Campbell, 2007). Peningkatan emisi gas rumah kaca diketahui telah menimbulkan adanya pemanasan global.

Perubahan iklim karena pemanasan global (global warming) telah mengubah kondisi iklim global, regional, maupun lokal. Hal ini karena iklim merupakan unsur utama yang berpengaruh dalam sistem metabolisme dan fisiologi tanaman, maka perubahan iklim global akan berdampak buruk terhadap keberlanjutan ketahanan tanaman. Perubahan iklim global akan mempengaruhi setidaknya tiga unsur iklim dan komponen alam yang sangat erat kaitannya dengan pertanian, yaitu: (a) naiknya suhu udara yang juga berdampak terhadap unsur iklim lain, terutama kelembaban dan dinamika atmosfer, (b) berubahnya pola curah hujan, (c) makin meningkatnya intensitas kejadian iklim ekstrim (anomali iklim) seperti El- Nino dan La-Nina, dan (d) naiknya permukaan air laut akibat pencairan gunung es di kutub.

Pemanasan global juga dapat menyebabkan peningkatan intensitas kejadian iklim ekstrim (el-nino dan la-nina) dan ketidakteraturan musim. Selama 30 tahun terakhir terjadi peningkatan suhu global secara cepat dan konsisten sebesar 0,2oC per dekade, 10 tahun terpanas terjadi pada periode setelah tahun 1990. Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat rentan terhadap perubahan iklim yang berdampak pada produktivitas tanaman dan pendapatan petani. Dampak tersebut bisa secara langsung maupun tidak langsung melalui serangan OPT, fluktuasi suhu dan kelembaban udara yang semakin meningkat yang mampu menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan OPT merupakan beberapa pengaruh perubahan iklim yang berdampak buruk terhadap pertanian di Indonesia (Iwantoro, 2008).

Organisme Penganggu Tanaman (OPT) merupakan faktor pembatas produksi tanaman di Indonesia baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan. Organisme pengganggu tanaman secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu hama, penyakit dan gulma. Hama menimbulkan gangguan tanaman secara fisik, dapat disebabkan oleh serangga, tungau, vertebrata, moluska. Sedangkan penyakit menimbulkan gangguan fisiologis pada tanaman, disebabkan oleh cendawan, bakteri, fitoplasma, virus, nematoda dan tumbuhan tingkat tinggi. Perkembangan hama dan penyakit sangat dipengaruhi oleh dinamika faktor iklim. Sehingga tidak heran kalau pada musim hujan dunia pertanian banyak disibukkan oleh masalah penyakit tanaman, sementara pada musim kemarau banyak masalah hama.

Dampak dari perubahan iklim adalah meningkatnya kejadian iklim ekstrim, berubahnya pola hujan, bergesernya awal musim, banjir, kekeringan, dan naiknya permukaan air laut. Perubahan itu otomatis merubah pola tanam padi di Indonesia dan juga memicu perubahan pola hidup OPT (organisme penganggu tanaman) yang dapat menyebabkan ledakan hama penyakit tanaman. Perubahan iklim juga berimplikasi terhadap munculnya ras, strain, biotipe, genome baru dari hama dan penyakit yang mempengaruhi tanaman, ternak dan manusia dan berdampak menimbulkan risiko baru terhadap ketahanan pangan.  Oleh sebab itu, subsektor tanaman pangan merupakan salah satu yang menerima dampaknya.

Direktorat Perlindungan Tanaman (2010) melaporkan bahwa kekeringan, kebanjiran, dan OPT telah menyebabkan sekitar 380 ribu ha sawah terganggu, dan 48 ribu ha di antaranya gagal panen. Sebagai contoh, selama MH 2010-1011 periode Oktober-Desember, serangan berat wereng batang coklat (WBC) seluas 9.961 ha, serangan sedang seluas 1.261 ha, serangan berat 278 ha, dan puso 12 ha. Selama periode Januari-Desember 2010, serangan WBC diduga mencapai 132.322 ha dan puso 4.586 ha. Serangan terluas terjadi di Jawa Barat (60.735 ha), Jawa Tengah (30.872 ha), Jawa Timur (27.066 ha), dan Banten (9.265 ha).

Fakta tersebut menunjukkan adanya kaitan perubahan iklim seperti peningkatan suhu dengan masalah hama dan penyakit di Indonesia. Namun, untuk memahami masalah secara menyeluruh perlu pengkajian khusus dan dalam tentang dampak iklim terhadap perubahan hama dan penyakit. Sehingga dapat dirumuskan langkah antisipasi yang tepat, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai pengaruh iklim terhadap perkembangan OPT serta bagaimana upaya yang telah dan sebaiknya dilakukan untuk mengantisipasi permasalah tersebut.

 

PENGARUH PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PERKEMBANGAN OPT

Pengaruh perubahan iklim terhadap populasi OPT sulit diprediksi, karena adanya keseimbangan antara OPT dengan tanaman inangnya (host) serta musuh alaminya. Namun secara umum, digeneralisasi sebagai berikut:

  1. Tanaman yang mengalami tekanan/stress karena perubahan iklim lebih rentan terhadap serangan OPT.
  2. Serangga hama dan mikroba termofilik (menyukai kondisi panas) lebih diuntungkan dengan makin panjangnya musim panas/kemarau dan meningkatnya temperatur .
  3. Organisme yang saat ini bukan sebagai OPT suatu saat dapat menjadi OPT.
  4. OPT dapat berekspansi ke wilayah lain.

Hama dan penyakit tanaman bersifat dinamis dan perkembangannya dipengaruhi oleh lingkungan biotik (fase pertumbuhan tanaman, populasi organisme lain, dsb) dan abiotik (iklim, musim, agroekosistem, dll). Pada dasarnya semua organisme dalam keadaan seimbang (terkendali) jika tidak terganggu keseimbangan ekologinya. Di lokasi

tertentu, hama dan penyakit tertentu sudah ada sebelumnya atau datang (migrasi) dari

tempat lain karena tertarik pada tanaman padi yang baru tumbuh. Perubahan iklim, stadia tanaman, budidaya, pola tanam, keberadaan musuh alami, dan cara pengendalian mempengaruhi dinamika perkembangan hama dan penyakit.

Pada musim hujan, hama dan penyakit yang biasa merusak tanaman padi adalah tikus, wereng coklat, penggerek batang, lembing batu, penyakit tungro, blas, dan hawar daun bakteri, dan berbagai penyakit yang disebabkan oleh cendawan. Dalam keadaan tertentu, hama dan penyakit yang berkembang dapat terjadi di luar kebiasaan tersebut. Misalnya, pada musim kemarau yang basah, wereng coklat pada varietas rentan juga menjadi masalahSedangkan pada musim kemarau, hama dan penyakit yang merusak tanaman padi terutama adalah tikus, penggerek batang dan walang sangit.

 

Pengaruh Iklim terhadap Perkembangan Hama

Beberapa dampak yang disebabkan karena perubahan iklim terhadap perkembangan hama tanaman adalah sebagai berikut.

−        Terganggunya keseimbangan antara populasi hama, musuh alami dan tanaman inangnya.

−        Pengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap insect survival, perkembangan, daerah sebar dan dinamika populasi.

−        Gangguan sinkronisasi antara tanaman inang dan perkembangan serangga hama terutama pada musim penghujan/dingin, peningkatan temperatur akan lebih mendukung perkembangan serangga hama dan daya hidup serangga hama pada musim dingin/penghujan.

−        Temperatur yang meningkat dapat menyebabkan serangga hama yang semula hidup di belahan selatan bumi dapat melakukan invasi ke belahan utara bumi (contoh: kumbang pinus).

−        Meningkatnya kadar CO2 udara dapat menurunkan kualitas pakan serangga pemakan tumbuhan, sebagai akibat dari meningkatnya kadar nitrogen pada daun sehingga berakibat pada melambatnya perkembangan serangga (Coviella & Trumble, 1999).

−        Perubahan iklim dapat menyebabkan perubahan fenologi dan kisaran inang serangga.

 

Pengaruh Iklim terhadap Perkembangan Penyakit

Beberapa dampak yang disebabkan karena perubahan iklim terhadap perkembangan penyakit tanaman adalah sebagai berikut.

−        Musim panas/kemarau yang lebih panas akan menguntungkan patogen termofilik.

−        Akibat peningkatan temperatur, distribusi geografis serangga vektor penyakit tanaman menjadi meluas sehingga memperluas insidensi penyakit.

−        Meningkatnya temperatur diketahui telah meningkatkan serangan Phytophthora cinnamomi, penyebab penyakit busuk akar dan pangkal batang pada tanaman berdaun lebar dan konifer.

−        Kekeringan yang terjadi pada musim kemarau dapat meningkatkan serangan jamur penyebab penyakit yang sangat tergantung tekanan/stress yang dialami inangnya.

−        Berkurangnya hari hujan diperkirakan dapat menurunkan serangan patogen yang menyerang daun.

−        Peningkatan konsentrasi CO2 di udara mengakibatkan meningkatnya fekunditas dan agresiveness patogen (Coakley et al., 1999)

−        Hasil penelitian menunjukkan setiap peningkatan suhu sebesar 1oC dapat mempercepat terjadinya penyakit hawar daun kentang (4-7 hari lebih cepat).

 

Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Dinamika Perkembangan OPT

Hama maupun patogen merupakan makhluk hidup yang dalam aktifitasnya sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Menurut Semangun (2004), terjadinya suatu penyakit tanaman akan dipengaruhi oleh tiga faktor penting yaitu tanaman inang yang rentan (susceptible host), patogen yang virulen serta kondisi lingkungan yang sesuai.  Apabila ketiga faktor tersebut tercapai maka penyakit tanaman akan muncul. Faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan penyakit di antaranya suhu rendah yang dapat meningkatkan intensitas penyakit, kelembaban dan curah hujan yang tinggi cenderung meningkatkan intensitas serangan penyakit. Hal ini tentunya mengindikasikan bahwa faktor lingkungan merupakan faktor penting dalam mendukung terjadinya penyakit tanaman.

Begitu juga dengan serangan hama tanaman akan sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan.  Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan hama di antaranya adalah suhu, curah hujan, kelembaban dan kualitas pakan.  Menurut Petzoldt dan Seaman (2010), setiap peningkatan suhu sebesar 2oC akan mengakibatkan peningkatan satu hingga lima siklus hidup serangga per musim. Namun, beberapa serangga hama juga akan mengalami penghambatan pertumbuhan ketika terjadi suhu yang esktrim panas atau esktrim dingin.

 

ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PERKEMBANGAN OPT

Beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai upaya untuk mengantisipasi perubahan iklim di antaranya sebagai berikut.

  1. Pemantauan terhadap dinamika serangan OPT
  2. Identifikasi faktor-faktor iklim yang berpengaruh terhadap perkembangan dan distribusi serangan OPT
  3. Membuat model prediksi dan validasi model prediksi serangan OPT (peramalan serangan OPT)
  4. Membangun sistem peringatan dini (early warning system)
  5. Adanya kelembagaan yang tepat dan akurat
  6. Mengembangkan penelitian tentang prediksi iklim dan permodelannya.
  7. Penerapan sistem budidaya tanaman yang sehat yang diintegrasikan dalam teknologi pengelolaan hama dan penyakit tanaman secara terpadu.

 

Adaptasi Perubahan Iklim pada Sistem Pertanian Ekstensif

Dampak Perubahan Iklim Adaptasi yang dapat dilakukan
Meningkatnya variabiitas dan perubahan musiman curah hujan •     Diversifikasi tanaman

•     Sistem penanaman yang oportunis

Menurunnya kelembaban tanah •     Zero tilliage practices

•     Pemilihan tanaman/kultivar yang tepat

Perubahan dinamika populasi hama, penyakit dan gulma Meningkatkan monitoring dan adopsi teknologi PHT
Meningkatnya stress akibat peningkatan suhu •   Pemilihan waktu penanaman yang tepat

•   Pemilihan kultivar yang tepat

Menurunnya kualitas biji-bijian/nutrisi •   Menyesuaiakan aplikasi pupuk dengan kondisi musim

Sumber: Natawidjaja & Widarto (2008)

 

Adaptasi Perubahan Iklim pada Sistem Pertanian Intensif

Dampak perubahan iklim Adaptasi yang dapat dilakukan
Meningkatnya suhu dan kadar CO2 udara yang berakibat pada meningkatnya kebutuhan air dan perubahan waktu berkecambah/panen •   Mengamankan supply air

•   Memperbaiki pengelolaan air

•   Merevisi jadwal penanaman untuk menjaga hasil panen dan memenuhi permintaan pasar

Perubahan wilayah sebar dan insidensi serangan OPT Meningkatkan monitoring dan adopsi teknologi PHT
Menurunnya kualitas hasil panen akibat kekurangan air, meningkatnya suhu udara dan kadar CO2 •   Melakukan modifikasi pemupukan

•   Mengubah siklus penanaman untuk menghindari kondisi ekstrim

Sumber: Natawidjaja & Widarto (2008)

 

Inovasi Teknologi pada Tanaman Padi untuk Mengantisipasi Perubahan Iklim

Dari segi inovasi teknologi budidaya tanaman padi, Badan Litbang Pertanian telah menerapkan komponen budidaya padi dalam satu paket PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu). PTT yang sudah berhasil dikembangkan adalah PTT Padi sawah irigasi, PTT padi sawah tadah hujan, PTT padi rawa (rawa lebak dan pasang surut), PTT padi gogo, PTT padi hibrida, dan PTT padi ketan. Komponen pendukung PTT, dapat dibagi menjadi komponen dasar dan pilihan. Komponen dasar merupakan komponen yang sangat dianjurkan, sedangkan komponen pilihan merupakan komponen yang disesuaikan dengan kondisi, kemauan, dan kemampuan petani setempat.

Komponen dasar, terdiri dari:

  1. Varietas Unggul Baru.
  2. Benih bermutu dan berlabel.
  3. Pemberian bahan organik melalui pengembalian jerami ke sawah atau dalam bentuk kompos
  4. Pengaturan populasi secara optimum.
  5. Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah.
  6. Pengendalian hama dan penyakit dengan menggunakan pendekatan pengendalian hama terpadu (PHT).

 

Komponen pilihan, terdiri dari:

  1. Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam.
  2. Penggunaan bibit muda (<21 hari).
  3. Tanam bibit 1-3 batang per rumpun.
  4. Pengairan berselang atau intermittent.
  5. Penyiangan dengan landak atau gasrok.
  6. Panen tepat waktu dan gabah segera dirontok.

Beberapa inovasi teknologi lain yang dikembangkan oleh Badan Litbang Pertanian di antaranya adalah penyediaan kalender tanam yang di dalamnya berisi informasi mengenai awal musim tanam, rekomendasi pemupukan, maupun peta kerawanan terhadap OPT, kebanjiran dan kekeringan. Pemanfaatan kalender tanam ini diharapkan dapat menekan tingkat kehilangan hasil yang disebabkan oleh OPT maupun dampak dari perubahan iklim seperti kekeringan maupun kebanjiran pada suatu lokasi.

 

Perubahan iklim global berpengaruh nyata terhadap sistem pertanian termasuk di Indonesia, meluasnya kisaran jenis invasif baik dari golongan serangga, cendawan, bakteri, nematoda dan gulma. Untuk menghadapi perubahan iklim global tersebut diperlukan kajian terhadap pengaruh perubahan iklim terhadap dinamika populasi dan sebaran OPT, kajian mengenai adaptasi tanaman terhadap perubahan iklim serta penggunaan varietas/kultivar tanaman yang tahan terhadap OPT maupun dampak perubahan iklim.

 

 

 

sumber (http://hamasyahri.blogspot.com/2013/11/pengaruh-iklim-terhadap-opt.html)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here