Padi sebagai bahan baku beras menjadi komoditas strategis ditinjau dari aspek ekonomi, sosial, dan politik karena tanaman pangan ini menyangkut dengan hajat hidup dan kebutuhan dasar hampir seluruh rakyat Indonesia serta menjadi prioritas dalam menunjang program pertanian (Jumakir et.al, 2014). Komoditas padi juga memiliki sensitivitas tinggi terhadap aspek politis, ekonomis, dan kerawanan sosial terkait peran padi sebagai pangan pokok lebih dari 95 % penduduk Indonesia (Suryana, 2007).
Sekitar 90 persen daerah penyangga pangan terutama komoditas padi yang ada di kabupaten Mesuji, adalah daerah yang merupakan lahan rawa pasang surut. Dalam pengelolaan lahan rawa pasang surut, sangat jauh berbeda dengan daerah yang memiliki sistem irigasi yang baik. Walaupun secara potensi, bahwa pengembangan lahan rawa pasang surut masih sangat terbuka untuk peningkatan produktivitas padi melalui IP 200.
Lahan pasang surut atau dikenal dengan lahan sulfat masam, merupakan lahan sub optimal yang dikategorikan menjadi sulfat masam actual (SMA) dan sulfat masam potensial (SMP). Permasalahan dalam pengelolaan lahan sulfat masam, memiliki kendala fisik, kimia dan biologi. Kendala bio-fisik tersebut berupa kahat unsur hara phospat (P), kalium (K), kalsium (Ca) dan magnesium (Mg), pH tanah yang rendah, adanya zat beracun (Al, Fe dan H2S), genangan air dan intrusi air asin.
Salah satu komponen teknologi dalam usaha meningkatkan produktivitas padi di lahan pasang surut adalah varietas unggul. Keunggulan yang diharapkan antara lain memiliki potensi hasil yang tinggi, tahan terhadap hama penyakit utama,dan memiliki ketahanan terhadap cekaman abiotik (ketahanan tehadap keracunan besi dan aluminiumi, rendaman air, kekeringan ekstrim, dan intrusi air asin. Berikut ini jenis-jenis varietas padi yang merupakan hasil Litbang Kementerian pertanian, yang dianjurkan untuk lahan pasang surut.
No. | Varietas Unggul | Umur tanaman (hari) | Tekstur nasi | Potensi Hasil (t/ha) | Ketahanan terhadap hama penyakit | Keterangan |
---|---|---|---|---|---|---|
1 | Inpara 1 | 131 | Pera | 6,47 | Agak Tahan WBC biotipe 1,2, 3 dan Tahan HDB dan blas. | Toleran keracunan Fe dan Al |
2 | Inpara 2 | 128 | Pulen | 6,08 | Agak tahan WBC Biotipe 1,2,3 | Toleran keracunan Fe dan Al |
3 | Inpara 3 | 127 | Pera | 5,6 | Agak tahan WBC Biotipe 3, tahan blas ras 101, 123, 141, 373, rentan HDB | Agak toleran terhadap rendaman selama 6 hari pada fase vegetative dan agak toleran keracunan Fe dan Al |
4 | Inpara 4 | 135 | Pera | 7,6 | Agak tahan WBC biotipe 3, tahan HDB patotipe IV dan VIII | Toleran terendam sela 14 hari pada fase vegetatif |
5 | Inpara 5 | 115 | Sedang | 7,2 | Agak rentan WBC biotipe 3, tahan HDB patotipe IV dan VIII | Toleran terendam sela 14 hari pada fase vegetatif |
6 | Inpara 6 | 117 | Sedang | 5,98 | Rentan WBC, Tahan blas, agak tahan HDB patotipe IV | Toleran keracunan Fe |
7 | Inpara 7 | ± 114 | Pulen | 5,1 | Tidak tahan WBC, agak tahan Tungro Isolat Subang, tahan blas ras 033 dan 173 serta agak tahan blas ras 133 | Agak toleran keracunan Fe dan Al |
8 | Inpara 8 Agritan | ± 114 | Pulen | 6,0 | Agak rentan WBC biotipe 1,2 dan rentan WBC Biotipe 3, tahan HDB patotipe III, agak tahan terhadap HDB patotipe IV dan VIII. Agak tahan blas ras 133 | Toleran keracunan Fe |
9 | Inpara 9 Agritan | ± 114 | Pera | 5,6 | Agak rentan WBC biotipe 1,2,3, tahan HDB Patotipe III serta tahan tungro inokulum garut dan Purwakarta | Toleran Keracunan Besi |
Kontributor: Muaddin