Di masa mendatang, kegiatan penyuluhan pertanian akan menghadapi tantangan-tantangan, terutama yang diakibatkan oleh meledaknya populasi penduduk di tengah-tengah semakin sempitnya lahan pertanian akibat konversi lahan pertanian sehingga usahatani harus semakin mengkhususkan diri serta meningkatkan efisiensinya. Dalam perspektif pemerintah, apapun prioritas yang akan ditempuh, kegiatan penyuluhan pertanian akan tetap menjadi kebijakan kunci untuk mempromosikan kegiatan Pertanian Berkelanjutan, baik dalam kontek ekologi, social maupun ekonomi ditengah-tengah sistem pemerintahan yang birokratis, efisiensi penggunaan anggaran negara dan semakin terbatas kemampuannya untuk membiayai kegiatan-kegiatan publik. Di lain pihak, kegiatan penyuluhan harus semakin bersifat “partisipatip” yang diawali dengan analisis tentang keadaaan dan kebutuhan masyarakat melalui kegiatan Penilaian Desa Partisipatip atau participatory rural appraisal/PRA. Meskipun demikian, kegiatan penyuluhan pertanian akan banyak didukung oleh kemajuan teknologi informasi. Karena itu, di masa depan, kekuatan dan perubahan penyuluhan pertanian akan selalu terkait dengan keempat hal yang akan dikemukakan berikut ini (Rivera & Gustafson, 1991):
- Iklim ekonomi dan Politik
Sejak krisis ekonomi dan politik melanda beberapa negara pada akhir abad 20, banyak negara yang tidak lagi mampu membiayai kegiatan publik di tengah-tengah tuntutan demokratisasi. Karena itu, kegiatan penyuluhan harus dilaksanakan secara lebih efisien untuk dapat melayani kelompok sasaran yang lebih luas dan di lain pihak, pemerintah akan lebih banyak menyerahkan kegiatan penyuluhan kepada pihak swasta.
- Konteks sosial di wilayah pedesaan
Di masa depan, masyarakat pedesaan relatif berpendidikan, lebih banyak memperoleh informasi dari media massa serta terbuka dari isolasi geograpis, lebih memiliki aksesibilitas dengan kehidupan bangsanya sendiri dan dunia internasional. Karena itu, penyuluhan pertanian harus mampu menjawab tantangan pertumbuhan penduduk, meningkatnya urbanisasi, perubahan aturan/kebijakan, persyaratan pasar, serta kebutuhan masyarakat akan beragam layanan seperti: pelatihan, spesialisasi, pelatihan kompetensi dan bentuk-bentuk organisasi (Moris, 1991). Sehubungan dengan itu, penyuluhan pertanian di masa depan harus meninggalkan monopoli pemerintah sebagai penyelenggara penyuluhan, mampu melayani beragam kelompok sasaran yang berbeda, tidak saja terkait dengan keragaman kategori adopternya, tetapi juga yang terkait dengan aksesibilitas pasar, derajat komersialisasi serta ketergantungannya pada usahatani untuk perbaikan pendapatan dan kesejahteraannya.
- Sistem Pengetahuan
Terjadinya perubahan politik yang berdampak pada debirokratisasi, desentralisasi (pelimpahan kewenangan) dan devolusi (penyerahan kewenangan) kepada masyarakat lokal, juga akan berimbas pada pengembangan usahatani yang memiliki spesifikasi lokal. Pengakuan terhadap pentingnya spesifikasi lokal, harus dihadapi dengan pengakuan penyuluh terhadap kemampuan petani, pengalaman petani, penelitian yang dilakukan petani serta upaya-upaya pengembangan yang dilakukan. Oleh sebab itu, penyuluh harus menjalin hubungan yang partisipatip dengan kelompok sasarannya, khususnya dalam pemanfaatan media-masa untuk menunjang kegiatan penyuluhan di wilayah kerjanya.
- Teknologi Informasi
Perkembangan telekomunikasi dan penggunaan komputer pribadi/PC dan smartphone akan sangat berpengaruh terhadap kegiatan penyuluhan pertanian di masa depan. Kelompok sasaran yang memiliki kemampuan memanfaatkan teknologi informasi/IT akan relatif lebih independen. Dengan demikian, fungsi penyuluh tidak lagi “menyampaikan pesan” melainkan lebih pada menjalin interaksi yang partisipatip dengan kelompok sasarannya.
Ditambah dengan Kebijakan Pemerintah yang mengeluarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dengan disahkannya UU Desa diharapkan perencanaan pembangunan desa lebih terprogram dengan mengalirkan dana ke desa untuk memperbaiki kualitas dan daya hidup rakyat pedesaan. Bila negara memberikan alokasi anggaran desa 10% dari APBN, atau tiap 1 desa Rp 1 miliar pertahun, maka desa memiliki dana dalam menyelenggarakan pembangunan yang diperlukan rakyat desa. Inisiatif dan tata produksi desa dapat dimaksimalkan kembali, asumsinya sarana infrastruktur pertanian yang dibutuhkan petani dapat dipenuhi pemerintah desa. Tentu alokasi anggaran untuk desa tersebut harus disadari benar peruntukannya. Stakeholder desa terutama aparatur desa, petani dan penyuluh perlu membangkitkan kompetensi dan kapasitasnya dalam membangun. Sumber daya manusia perangkat desa saat ini makin kondusif. Baik kepemimpinan, manajemen desa maupun dalam kapasitasnya mewujudkan pembangunan nasional (nationstate building). Sudah sepantasnya kita berharap dalam hal pelayanan dan pengabdian kepada masyarakat, aspek akuntabilitas dan transparansi semakin diperhatikan secara sungguh-sungguh.
Dalam kerangka menyongsong perubahan desa di bawah Undang-Undang Desa baru, ada hal penting yang harus kita cermati agar implementasi Undang-Undang Desa dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat di perdesaan. Pertama, Perencanaan dan Penganggaran, seluruh stakeholders harus memahami upaya-upaya peningkatan kompetensi aparatur desa dalam aspek perencanaan pembangunan desa yang partisipatif, analisis masalah dan potensi desa, metode pemilihan skala prioritas kegiatan, serta penyusunan anggaran dan belanja desa. Aspek perencanaan ini merupakan salah astu aspek yang dapat digarap oleh penyuluh pertanian dalam Rencana Kerja Tahunan Penyuluh (RKTP) Wilayah Binaan yang berisikan berbagai rumusan tertulis mengenai potensi sumber daya alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dirumuskan secara sistematis, terinci serta akurat yang didapat dari hasil pengumpulan data potensial, informasi dan observasi lapangan. Selain itu RKTP Wilayah Binaan merupakan pernyataan tertulis dari serangkaian kegiatan yang terukur, realistis dan bermanfaat serta dapat dijadikan pegangan bagi penyuluh untuk menjalankan tugas di lapangan, dengan mempertimbangkan berbagai aspek permasalahan yang dihadapi oleh petani, aspirasi petani dalam mengembangkan usaha taninya. Hal ini merupakan tantangan sekaligus peluang bagi penyuluhan pertanian untuk mengabdi dan memberi manfaat bagi petani sasaran agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan dan sumber daya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. (Zae)