MENINGKATKAN POPULASI SAPI MELALUI PENANGANAN GANGGUAN REPRODUKSI (GANGREP)

0
140
views

Gangguan reproduksi (gangrep), selain menjadi kendala utama dalam meningkatkan populasi ternak sapi, juga menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan yaitu penurunan pendapatan peternak. Dampak langsungnya antara lain: rendahnya angka kebuntingan (conception rate) maupun angka kelahiran (calving rate); panjangnya jarak antar kelahiran (calving interval); tingginya angka kawin per kebuntingan (service per conception). Bentuk-bentuk gangrep diantaranya: (1) retensio sekundinarium (ari-ari tidak keluar), (2) distokia (kesulitan melahirkan) (3) abortus (keguguran), dan (4) kelahiran prematur.

Penanganan gangrep di tingkat pelaku usaha peternakan masih sangat kurang. Tidak jarang peternak terpaksa menjual sapinya dengan harga murah karena tidak paham cara menanganinya. Untuk itu, perlu sosialisasi yang memadai cara penanggulangannya, sehingga dapat memacu peningkatan populasi sapi secara signifikan. Harapan ini seiring dengan salah satu tujuan pembangunan pertanian yaitu meningkatkan kesejahteraan petani Indonesia.

PENYEBAB, JENIS DAN PENANGGULANGANNYA

Banyak hal yang menjadi penyebab gangrep, diantaranya: Cacat anatomi saluran reproduksi (defek kongenital) dan Gangguan fungsional.

  1. Cacat anatomi saluran reproduksi terbagi dua yaitu : Cacat Kongenital (bawaan) dan Cacat Perolehan. 1) Cacat kongenital, dapat terjadi pada ovarium (indung telur) dan pada saluran reproduksinya. Gangguan ovarium meliputi: Hipoplasia ovaria (indung telur mengecil) dan Agenesis ovaria (indung telur tidak terbentuk). Hipoplasia ovaria merupakan suatu keadaan indung telur tidak berkembang karena keturunan. Hal ini dapat terjadi secara unilateral (salah satu indung telur) maupun bilateral (kedua indung telur). Pada unilateral, sapi akan menunjukan gejala tidak pernah birahi (anestrus) dan apabila bilateral maka sapi akan steril (majir). Agenesis merupakan suatu keadaan sapi tidak mempunyai indung telur karena keturunan. Cacat turunan juga dapat terjadi pada saluran alat reproduksi, diantaranya: Freemartin (abnormalitas kembar jantan dan betina) dan atresia vulva (pengecilan vulva). Penanganannya, pemilihan sapi induk dengan skor kondisi tubuh (SKT) yang baik (tidak terlalu kurus atau gemuk) serta manajemen pakan yang baik. 2) Cacat perolehan. Dapat terjadi pada indung telur maupun pada alat reproduksinya. Pada indung telur, diantaranya: perdarahan (Ovarian Hemorrhagie) dan radang (Oophoritis). Perdarahan indung telur biasanya terjadi karena efek sekunder dari manipulasi trautik pada indung telur. Gejalanya sapi mengalami kawin berulang. Sedangkan Oophoritis merupakan keradangan pada indung telur yang disebabkan oleh pengaruh infeksi dari tempat yang lain misalnya infeksi pada oviduk (saluran telur) atau infeksi uterus (rahim). Gejala yang terjadi adalah sapi anestrus. Cacat perolehan pada saluran reproduksi, diantaranya: Salphingitis, yaitu radang pada oviduk. Peradangan ini biasanya merupakan proses ikutan dari peradangan pada uterus dan indung telur. Cacat perolehan ini dapat terjadi secara unilateral maupun bilateral. Sedangkan trauma akibat kelahiran dapat terjadi pada kejadian distokia dengan penanganan yang tidak benar (ditarik paksa), yang berakibat sapi menjadi steril/ majir. Penanganan cacat perolehan disesuaikan dengan penyebab primernya. Jika penyebab primernya adalah infeksi maka ditangani dengan pemberian antibiotika.

B.Gangguan fungsional, dimana organ reproduksi tidak berfungsi dengan baik (infertilitas) yang disebabkan adanya abnormalitas hormonal. Beberapa diantaranya: Sista ovarium; Subestrus dan birahi tenang; Anestrus; dan Ovulasi tertunda. 1.Sista ovarium (ovaria, folikuler dan luteal). Penyebabnya, gangguan ovulasi dan endokrin (rendahnya hormon LH). Sedangkan faktor predisposisinya, herediter, problem sosial dan diet protein. Adanya sista tersebut menjadikan folikel de graf (folikel masak) tidak berovulasi (anovulasi) tetapi mengalami regresi (melebur) atau mengalami luteinisasi sehingga ukuran folikel meningkat, terjadi degenerasi lapisan sel granulosa dan menetap paling sedikit 10 hari. Akibatnya sapiā€“sapi menjadi anestrus atau malah menjadi nymphomania (kawin terus). Penanggu-langannya berbeda-beda yaitu: untuk Sista ovaria dengan prostaglandin; Sista folikel dengan Suntik HCG/LH (Preynye, Nymfalon) secara intramuskuler sebanyak 200 IU; Sista luteal dengan PGH 7,5 mg secara intra uterina atau 2,5 ml secara intramuskuler. Selain itu juga dapat diterapi dengan PRID/CIDR intra uterina (12 hari). Dua sampai lima hari setelah pengobatan sapi akan birahi; 2.Subestrus dan birahi tenang, yaitu suatu keadaan dimana gejala birahi berlangsung singkat, hanya 3-4 jam dan disertai ovulasi (pelepasan telur). Penyebab, rendahnya estrogen. Apabila terdapat corpus luteum maka dapat diterapi dengan PGF2 (prostaglandin), diikuti dengan pemberian GnRH (Gonadotropin Releasing Hormon); 3.Anestrus, suatu keadaan pada hewan betina yang tidak menunjukkan gejala estrus dalam waktu lama. Penyebab, tidak adanya aktivitas ovaria atau aktifitas ovaria tidak teramati. Anestrus diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya yaitu: a. True anestrus (anestrus normal), ditandai dengan tidak adanya aktivitas siklik dari Ovaria. Penyebabnya, karena tidak cukupnya produksi gonadotropin atau karena ovaria tidak respon terhadap hormon gonadotropin; b.Anestrus karena gangguan hormon. Terjadi karena tingginya kadar progesterone (hormon kebuntingan) dalam darah atau akibat kekurangan hormon gonadotropin; c.Anestrus karena kekurangan nutrisi. Hal ini dapat menyebabkan gagalnya produksi dan pelepasan hormon gonadotropin, terutama FSH dan LH, akibatnya ovarium tidak aktif; d.Anestrus karena genetik. Anestrus karena faktor genetik yang sering terjadi adalah hypoplasia ovarium dan agenesis ovaria. Penanganannya, dengan perbaikan pakan sehingga skor kondisi tubuh (SKT) meningkat, merangsang aktivitas ovaria dengan cara pemberian (eCG 3000-4500 IU; GnRH 0,5 mg; PRID/ CIDR dan estrogen); 4.Ovulasi yang tertunda. Hal ini dapat menyebabkan perkawinan/IB tidak tepat waktu, sehingga fertilisasi (pembuahan) tidak terjadi dan akhirnya gagal bunting. Penyebab utama, rendahnya kadar LH dalam darah. Gejala pada kasus ini adalah adanya kawin berulang (repeat breeding). Terapi yang dapat dilakukan dengan injeksi GnRH (100-250 g gonadorelin) saat IB

 

 

 

sumber:http://cybex.pertanian.go.id/artikel/97971/meningkatkan-populasi-sapi-melalui-penanganan-gangguan-reproduksi-gangrep/

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here